Kondisi bangunan rumah perempuan yang mengais rejeki sebagai petani ini mulai miring, dinding kayu yang berlubang karena rayap, lantai rumah yang mulai rapuh dan atap yang bocor ketika hujan.
Namun, penghasilan yang didapatnya hanya sekitar 500 ribu rupiah perbulan saja dari menyadap karet dan membersihkan mushala kampung, hanya mampu cukup untuk makan sehari-hari saja.
“Saya tinggal bersama adik saya dan dua orang keponakan saya, satu orang laki-laki di SMA 1 Karang Intan, sedangkan yang satunya perempuan sekolah kelas 6 SD. Saya belum menikah,” ungkapnya pada Teras7.com.
Penghasilan seadanya setiap bulan tersebut ujarnya tidak mampu untuk memperbaiki rumah warisan orang tuanya yang dibangun kira-kira pada tahun 1997 ini.
Rusdiana berharap Pemerintah Daerah memberikan bantuan padanya, terutama untuk memperbaiki rumah tinggalnya yang dapat dikatagorikan sebagai Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) ini.
Tetangga Rusdiana, Mardiana (40) mengatakan tak bisa banyak membantu tetangganya ini karena dirinya sendiri tak berdaya.
“Kasian saja melihat, tapi tak bisa membantu, hanya bisa memandang saja, karena sama-sama tak berdaya. Kalau ada bantuan bedah rumah seperti di acara TV, pastinya rumah Rusdiana ini yang kami pinta diperbaiki pertama,” ujarnya.
Mardiana juga memprotes pemerintah yang tidak memperhatikan rumah-rumah tak layak huni di desanya bertahun-tahun, sementara di desa tetangga, rumah-rumah warga tak layak huni seluruhnya sudah dibedah.
Kondisi yang dialami Rusdiana ini juga dibenarkan anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Sungai Alang, Muhammad Refqi.
“Sudah lama kami mengajukan Rusdiana ini agar rumahnya dibedah, sementara ini hanya WC saja terlebih dulu, sedangkan rumah kata aparat desa menunggu roboh, jadi mau tak mau seluruh warga turun tangan membantu membedah,” jelas Refqi.
Ia juga membenarkan desa tetangga sudah mendapatkan program bedah rumah secara massal dari Pemerintah.
“Sudah bertahun-tahun kami mengajukan, tapi lebih dahulu desa tetangga yang dapat bedah rumah sebanyak ratusan rumah, di desa kami ada puluhan, kalau mau dibedah kan tak mungkin pakai dana desa,” terangnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Banjar, Ahmadi saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan bantuan untuk rehab Rutilahu sendiri masuk dalam program bantuan sosial yang disalurkan dinasnya.
“Untuk rehab ini Kabupaten Banjar menganggarkan dalam APBD Kabupaten Banjar sebanyak 30 unit, lalu ada bantuan dari Provinsi sebanyak 5 unit dan kita juga mendapatkan bantuan dari pusat sebanyak 160 unit. Anggaran untuk masing-masing rumah sebesar 15 juta perunit, masyarakat nanti bergotong royong merehab rumah tersebut,” jelas Ahmadi.
Rumah yang menerima rehab Rutilahu sendiri ujarnya harus sesuai dengan standar tertentu, yaitu hanya bagi masyarakat tak mampu yang terdata dalam Basis Data Terpadu (BDT), mendapatkan Beras Sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan dan bukti hak milik rumah.
“Jadi harus terdaftar, supaya bisa di verifikasi. Sempat ada di salah satu desa ada dilaporkan 10 Rutilahu, namun hanya 2 yang bisa direhab karena memenuhi persyaratan. Tapi yang merehab rumah ini bukan hanya Dinsos saja, Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) juga memiliki program yang sama, namun persyaratannya tidak seketat Dinsos,” kata Kadinsos ini.
Ahmadi mengatakan pihaknya masih mengumpulkan data untuk usulan rumah tak layak huni yang akan diberikan bantuan oleh pihaknya.
“Petugas kami di lapangan berjibaku mengumpulkan data. Apalagi Dinsos dan Kementerian Sosial punya petugas mulai dari desa hingga kecamatan untuk mendata warga tak mampu untuk diberikan bantuan. Jadi kalau masyarakat ingin mendapatkan bantuan, bisa lapor kepada petugas kami di lapangan atau kepada kami agar kami bisa verifikasi untuk rehab. Tak perlu menunggu rumah tak layak huni itu rubuh,” terang Ahmadi.